• PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)

    PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)

    PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau biasa disingkat menjadi RNI dan berbisnis dengan nama ID FOOD, adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang pangan, manufaktur, perdagangan, dan distribusi. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1964 sebagai kelanjutan dari nasionalisasi terhadap aset-aset milik konglomerat Oei Tiong Ham Concern (OTHC) yang ada di Indonesia. Pada tahun 2022, pemerintah resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk holding BUMN yang bergerak di bidang pangan, dan perusahaan inipun meluncurkan “ID FOOD” sebagai identitas dari holding.

    Sejarah

    1964 – 2003
    Pada akhir dekade 1980-an hingga 1990-an, perusahaan ini menggabungkan sejumlah anak usahanya. Pada tahun 1986, PT Bandareksa Rajawali (pengelola pergudangan), PT Apotik Bima (pengelola apotik), dan PT Mutiara Rajawali (pengelola lahan yasan) digabung ke dalam PT Rajawali Nusindo, sementara PT Perkebunan Karet Cimayak dan PT Perkebunan Karet Cileles digabung untuk kemudian dijual pada tahun 1987. Dana hasil penjualan kedua perkebunan karet tersebut kemudian digunakan untuk mendirikan PT Rajawali Gloves Corporation yang bergerak di bidang produksi sarung tangan golf pada tahun 1991, bersama investor asal Amerika Serikat sebagai penyedia pasar dan investor asal Korea Selatan sebagai penyedia teknologi. PT Rajawali Gloves Corporation saat ini dalam proses likuidasi, karena kekurangan modal. Pada tahun 1991 juga, PT Industrial Management Company (IMACO) digabung ke dalam perusahaan ini. IMACO sebelumnya diberi tanggung jawab untuk mengelola PT Pabrik Gula Krebet Baru, PT Pabrik Gula Rejo Agung Baru, PT Madu Baru, PT Phapros, serta Pabrik Batu dan Semen Tahan Api (PBSTA) “LOKA”. Pada tahun 1996, PT Pabrik Gula Krebet Baru dan PT Pabrik Gula Rejo Agung Baru digabung untuk membentuk PT Pabrik Gula Rajawali I.

    Pada tahun 1988, perusahaan ini mendirikan PT Perkebunan Mitra Ogan bersama PTPN III untuk mengelola sebuah perkebunan kelapa sawit di Sumatera Selatan. Pada tahun 1990, perusahaan ini juga mendirikan PT Perkebunan Mitra Kerinci bersama PTPN IV untuk mengelola sebuah perkebunan teh seluas 2.025 hektar di Sumatera Barat. Pada tahun 1992, perusahaan ini membeli mayoritas saham PT Pabrik Gula Tjandi di Sidoarjo, dan kemudian mengubah nama perusahaan tersebut menjadi PT Pabrik Gula Candi Baru pada tahun 1993.[8] Pada tahun 1994, Pemerintah Indonesia resmi menyerahkan mayoritas saham PT Perkebunan XIV ke perusahaan ini, dan nama perusahaan tersebut pun diubah menjadi PT Pabrik Gula Rajawali II. Pada tahun 1992, Pemerintah Indonesia menyerahkan sebuah pabrik kondom yang terletak di Bandung kepada perusahaan ini, dan kemudian dibentuklah PT Mitra Rajawali Banjaran untuk mengelola pabrik tersebut. Pada tahun 1998, anak usaha perusahaan ini yang bergerak di bidang produksi alat suntik, yakni PT Skifa Rajawali Indonesia, digabung ke dalam PT Mitra Rajawali Banjaran. Pada tahun 1997, perusahaan ini mengakuisisi produsen karung plastik asal Mojokerto, PT Citramass Plastik Industri, yang kemudian digabung ke dalam PT Rajawali Nusindo. Perusahaan ini lalu juga mengakuisisi PT Gabungan Import Export Bali yang saat itu bergerak di bidang distribusi barang konsumen buatan Unilever dan lampu buatan Philips di Bali. Nama perusahaan tersebut kemudian diubah menjadi PT GIEB Indonesia.

    2004 – sekarang

    Pada tanggal 7 Juli 2004, perusahaan ini memisahkan unit bisnis produksi kulit dan karung plastik dari PT Rajawali Nusindo menjadi dua perusahaan tersendiri, masing-masing dengan nama PT Rajawali Tanjungsari dan PT Rajawali Citramass. Pada tanggal 5 November 2014, nama PT Rajawali Tanjungsari diubah menjadi PT Rajawali Tanjungsari Enjiniring. Pada tahun 2017, Rajawali Tanjungsari Enjiniring berekspansi ke bisnis produksi karung plastik. Pada bulan Desember 2010, perusahaan ini membeli mayoritas saham PT Laras Astra Kartika yang bergerak di bidang agroindustri kelapa sawit di Ogan Komering Ulu Timur.[9] Pada tahun 2013, perusahaan ini meluncurkan jaringan minimarket yang diberi nama Waroeng Rajawali untuk menjual produk dari perusahaan ini, seperti gula, teh, dan daging sapi, serta produk dari BUMN-BUMN lain.[11] Pada tahun 2014, dengan sistem waralaba, Waroeng Rajawali menargetkan dapat membuka hingga 1.500 gerai di seluruh Indonesia. Pada tahun 2015, perusahaan ini menghentikan pengembangan Rajawali Mart dan Waroeng Rajawali, karena kesulitan bersaing dengan merek minimarket lain, seperti Indomaret dan Alfamart.

    Pada tahun 2016, PT Mitra Kerinci membangun pabrik teh hijau di Sangir, Solok Selatan, Sumatera Barat dengan kapasitas pengolahan sebesar 60 ton pucuk basah per hari.[14] Selama tahun 2015, Mitra Kerinci dapat memproduksi sebanyak 18.874 ton pucuk basah dengan tingkat produktivitas mencapai 3,69 ton per hektar.[14] Pada tanggal 27 Maret 2019, perusahaan ini resmi menjual mayoritas saham Phapros ke PT Kimia Farma dengan harga Rp 1,36 triliun, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk membentuk holding BUMN di bidang farmasi. Pada tanggal 7 Januari 2022, pemerintah Indonesia resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk holding BUMN pangan, yang beranggotakan Sang Hyang Seri, Perusahaan Perdagangan Indonesia, Garam, Berdikari, dan Perikanan Indonesia.[16] Lima hari kemudian, perusahaan ini meluncurkan “ID FOOD” sebagai identitas dari holding. Pada bulan November 2022, perusahaan ini setuju untuk melepas mayoritas saham PT Mitra Kerinci ke PTPN IV.