Kategori: Patungan/minoritas

  • PT Kawasan Industri Lampung

    PT Kawasan Industri Lampung

    Sektor industri pengolahan sumbangan produk domestik regional bruto (PDRB) pada tahun 2020 mencapai 19,41 persen atau terbesar kedua dibandingkan sektor lainnya di Provinsi Lampung. Fenomena itu membuat Kementerian Perindustrian mendorong menetapkan Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Bagaimana rencananya?

    Kementerian Perindustrian mendorong penetapan kawasan peruntukan industri (KPI) di suatu wilayah sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 30 Tahun 2020 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Industri.

    “Peraturan tersebut berisi kriteria-kriteria yang wajib dipenuhi, pertimbangan lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi KPI di dalam Rencana Tata Ruang Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta peran Pemerintah Daerah dalam penetapan dan pengembangan KPI,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, pada 29/4.

    Sementara Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Eko S.A Cahyanto mengemukakan, pihaknya sedang mendorong penetapan KPI di Provinsi Lampung yang memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor industri. Berdasarkan data BPS Lampung (2020), sektor Industri pengolahan merupakan sektor penyumbang Produk domestik regional bruto (PDRB) kedua terbesar bagi Provinsi Lampung tahun 2020 dengan persentase sebesar 19,41%.

    Berdasarkan data, PDRB Provinsi Lampung mengalami kenaikan mulai dari tahun 2016 hingga 2020, dengan total kenaikan sebesar Rp75,22 triliun atau 26,92%. Sementara itu, pada periode yang sama, pertumbuhan di sektor industri pengolahan juga mengalami kenaikan cukup signifikan hingga Rp16,59 triliun atau 31,75%.

    “Di Provinsi Lampung, terdapat dua kawasan industri operasional, yaitu KI Way Laga Bizpark dan KI Lampung. Selain itu, sebanyak 10 KI yang akan dibangun, empat di antaranya merupakan target RPJMN 2020-2024 dan proyek strategis nasional (PSN),” papar Eko.

    Way Laga Bizpark adalah Kawasan Industri dan Pergudangan Terpadu, memiliki luas kawasan seluas 50,7 Ha yang berlokasi di Jl. Ir. Sutami Km.7 Way Laga, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Kawasan ini merupakan satu-satunya Kawasan Industri yang memiliki Izin Usaha Kawasan Industi (IUKI) di Provinsi Lampung yang dikeluarkan oleh Lembaga Online Single Submission (Lembaga OSS) dan telah menyelesaikan segala komitmennya pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bandar Lampung serta Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) milik Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, sebagaimana dikutip dari greentechindonesia.com.

    Lokasinya yang sangat strategis dekat Pintu Tol Trans Sumatera yang menghubungkan Pelabuhan Bakauheni, Lampung sampai Banda Aceh menjadikan alasan mengapa perusahaan berskala Internasional seperti PT. Nippon Indosari Corpindo (Sari Roti) perusahaan produsen roti terbesar di Indonesia dan PT. Yakult Indonesia Persada yang keduanya merupakan perusahaan skala internasional dari Jepang dan Dakota Cargo yang merupakan perusahaan skala nasional tertarik untuk berinvestasi di Kawasan Industri dan Pergudangan Way Laga Bizpark.

    Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandarlampung, Fachrudin, pada awal Maret tahun lalu mengatakan, Way Laga Bizpark telah terdaftar di Kementerian Perindustrian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal RI (BKPM RI) sebagai kawasan industri dan pergudangan terpadu.

    “Harapan kami keberadaan Way Laga Bizpark ini benar-benar dapat mendukung target pertumbuhan perekonomian sedikitnya 6 persen/tahun, termasuk didalamnya mendongkrak pendapatan asli daerah tentunya,” imbuh Fachrudin, sebagaimana dikutip dari m.lenews.id.

    Sementara Keempat Kawasan Industri (KI) yang masuk PSN dan RPJMN adalah KI Tanggamus, KI Way Pisang, KI Pesawaran, dan KI Katibung. Sedangkan, keenam KI non-PSN dan RPJMN, yakni KI Tulang Bawang Barat, KI Way Kanan, KI Lampung Selatan, KI Bandar Lampung, KI Lampung Tengah, dan KI Tulang Bawang.

    “Sehingga dengan dikeluarkannya Permenperin 30/2020, akan menjadi momen yang tepat untuk bisa memetakan KPI lebih baik sesuai dengan kriteria teknis. Oleh karena itu, daerah Kabupaten/Kota dapat menyiapkan KPI dalam tata ruangnya sesuai dengan Permenperin 30/2020 sehingga bisa lebih tertata dan termanfaatkan ruang untuk industri dengan baik,” tutur Eko.

    “Rencananya akan ada 11 lokasi pembangunan kawasan industri yang tersebar di Provinsi Lampung,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung, Mulyadi Irsan, kepada Lampost.co, Minggu, 11 April 2021.

    Lokasi tersebut meliputi Kawasan Industri Way Pisang, Kawasan Industri Lampung Selatan, Kawasan Industri Katibung, Kawasan Industri Bandar Lampung, Kawasan Industri Pesawaran, Kawasan Industri Tanggamus, Kawasan Industri Lampung Tengah, Kawasan Industri Tulangbawang, Kawasan Industri Mesuji, Kawasan Industri Tulangbawang Barat, dan Kawasan Industri Waykanan.

    Ia mengatakan untuk kawasan pertanian dan pariwisata menyeluruh di kabupaten/kota se-Lampung. Untuk itu penguatan infrastruktur di sektor pertanian, pariwisata akan dilakukan di seluruh wilayah Lampung. Semua kawasan terjalin berkesinambungan sehingga perekonomian berjalan baik.

    “Pengembangan pembangunan itu berbasis kawasan. Jadi kawasan-kawasan ini harus didukung dan didorong dengan sistem jaringan yang efektif. Nanti terhubung konektivitas dengan jalan tol sehingga isu-isu logistik, ekonomi industri, pertanian, itu bisa ditangani,” katanya.

    “Pengembangan pembangunan itu berbasis kawasan. Jadi kawasan-kawasan ini harus didukung dan didorong dengan sistem jaringan yang efektif. Nanti terhubung konetivitas dengan jalan tol sehingga isu-isu logistik, ekonomi industri, pertanian, itu bisa ditangani,” katanya.

    Mulyadi Irsan mengatakan pihaknya sudah melakukan pemetaan melalui Dinas Bina Marga dan Bina Konstuksi Provinsi Lampung. Usulan perencanaan kawasan industri ini diharapkan punya daya ungkit ekonomi. Mengenai kemampuan fiskal daerah yang terbatas, pihaknya akan mencarikan solusinya.

    “Gubernur telah memerintahkan untuk mengupayakan beberapa opsi pembiayaan insfrastruktur jalan. Hal ini tentunya untuk mendukung prinsip konektivitas dan pengembangan wilayah yang berefek untuk peningkatan perekonomian Lampung,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung, Febrizal Levi Sukmana menyampaikan ada 56 ruas jalan prioritas yang menjadi jalur akses sentral produksi dan harus ditangani agar bisa menjadi jalur logistik ketahanan pangan dan peningkatan perekonomian di Lampung. Wilayah tersebut merupakan sentral perkebunan, peternakan, pertanian, perikanan, pariwisata serta akses jalan tol.

    Untuk menangani ruas jalan prioritas tersebut memerlukan pembiayaan yang tak murah. Karena itu untuk memperlancar akses tersebut diperlukan kemantapan jalan diatas 90% yang membutuhkan biaya sekitar Rp.4 triliun.


  • PT Bank KB Bukopin Tbk

    PT Bank KB Bukopin Tbk

    KB Bukopin (sebelumnya bernama Bank Umum Koperasi Indonesia dan Bank Bukopin) adalah bank swasta kelas menengah di Indonesia dan memfokuskan bisnis intinya pada 4 sektor, yaitu UKM, mikro, konsumer, dan komersial. Pada Februari 2021, secara resmi Bank Bukopin berganti nama menjadi KB Bukopin. Per September 2022, pemegang saham KB Bukopin ialah KB Kookmin Bank (67%), Pemerintah RI melalui anak perusahaan Danareksa – Perusahaan Pengelola Aset (1,53%), dan publik (31,46%).

    Berkantor di Gedung Bank KB Bukopin, Jl. MT Haryono Kav 50-51 Jakarta Selatan, operasionalnya kini didukung oleh 1 Operational Head Office, 42 Branch Office, 310 Sub-branch Office, 673 Jaringan ATM yang tersebar di 24 Provinsi.

    Sejarah

    Bank Bukopin didirikan pada tanggal 10 Juli 1970, sebelumnya dikenal sebagai Bank Umum Koperasi Indonesia.

    Pada tanggal 1 Juli 1989, perusahaan resmi berganti nama dengan menyingkat nama sebelumnya menjadi Bank Bukopin. Selanjutnya, pada 1993 status perusahaan berubah menjadi perseroan terbatas.

    Pada tahun 1994, Bank Bukopin resmi meluncurkan logo baru. Tiga tahun kemudian, Bank Bukopin resmi meluncurkan slogan baru Memahami dan Memberi Solusi.[butuh rujukan]

    Pada tanggal 23 Februari 2021, perusahaan secara resmi berganti nama dan logo baru menjadi KB Bukopin dan meluncurkan slogan baru Bersama, Kita Bintang Finansialnya!.

    Dewan Komisaris dan Direksi

    • Terhitung efektif sejak ditetapkan oleh Perseroan setelah diperolehnya persetujuan Kemampuan dan Kepatutan (fit and proper) dari Otoritas Jasa Keuangan.
    • ** Terhitung efektif sejak ditetapkan oleh Perseroan setelah memenuhi semua persyaratan yang diatur dalam POJK No. 27/POJK.03/2016, No. 37/POJK.03/2017 dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Slogan

    Bank Bukopin

    • Mengabdi Demi Kemajuan Bangsa (1 Juli 1989 – 31 Desember 1996)
    • Memahami Dan Memberi Solusi (1 Januari 1997 – 23 Februari 2021)

    KB Bukopin

    • Bersama, Kita Bintang Finansialnya! (23 Februari 2021 – sekarang)
    • Think Star, KB Kookmin Bank (23 Februari 2021 – sekarang, mengikuti KB Kookmin Bank)


  • PT Indosat Tbk

    PT Indosat Tbk

    PT Indosat Tbk (dikenal sebagai Indosat Ooredoo Hutchison atau IOH), adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Perusahaan ini menawarkan saluran komunikasi untuk pengguna telepon genggam dengan pilihan prabayar maupun pascabayar dengan merek IM3 dan 3, jasa lainnya yang disediakan adalah saluran internet melalui media serat optik dengan merek Indosat HiFi, serta saluran komunikasi via suara untuk telepon tetap (fixed) termasuk sambungan langsung internasional IDD (International Direct Dialing). Indosat juga menyediakan layanan multimedia, internet dan komunikasi data (MIDI= Multimedia, Internet & Data Communication Services).

    Pada tahun 2011, Indosat menguasai 21% pangsa pasar. Pada tahun 2013, Indosat memiliki 58,5 juta pelanggan untuk telefon genggam. Pada tahun 2015, Indosat mengalami kenaikan jumlah pelanggan sebesar 68,5 juta pelanggan dengan persentase naik 24,7%, dibandingkan periode tahun 2014 sebesar 54,9 juta pengguna.

    Pada bulan Februari 2013, perusahaan telekomunikasi Qatar yang sebelumnya bernama Qtel dan menguasai 65 persen saham Indosat berubah nama menjadi Ooredoo dan berencana mengganti seluruh perusahaan miliknya atau di bawah kendalinya yang berada di Timur Tengah, Afrika dan Asia Tenggara dengan nama Ooredoo pada tahun 2013 atau 2014. Dua tahun kemudian, pada tanggal 19 November 2015, Indosat akhirnya mengubah identitas dan logonya dengan nama Indosat Ooredoo. Pada tanggal 4 Januari 2022, Indosat Ooredoo secara resmi melebur dengan perusahaan telekomunikasi PT Hutchison 3 Indonesia, sehingga kembali mengubah namanya menjadi Indosat Ooredoo Hutchison dengan logo yang baru.

    Sejarah

    1967–1994

    Indosat didirikan pada tahun 1967 sebagai sebuah perusahaan penanaman modal asing pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telekomunikasi internasional melalui satelit internasional. Pernah dimiliki oleh ITT, sebuah perusahaan konglomerasi asal Amerika Serikat hingga 1980. Seiringnya waktu Indosat berkembang menjadi perusahaan telekomunikasi internasional pertama yang dibeli dan dimiliki 100% oleh Pemerintah Indonesia. Pada 19 Oktober 1994, Indosat menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan New York Stock Exchange, dengan Pemerintah Indonesia 65% dan publik 35%.

    1994–2003

    Indosat mengambil alih saham mayoritas Satelindo dan SLI di Indonesia lalu mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (IM3) sebagai pelopor jaringan GPRS dan layanan multimedia. Pada tahun 2003, Indosat bergabung dengan tiga anak perusahaan, yaitu: Satelindo, IM3 dan Bimagraha untuk membentuk operator seluler di Indonesia.

    2003–2009

    Indosat mendapatkan lisensi jaringan 3G dan memperkenalkan layanan 3,5G di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2009, Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65%. Pada tahun yang sama Indosat memperoleh lisensi tambahan frekuensi 3G dari Kementrian Komunikasi dan Informatika serta memenangkan tender untuk lisensi WiMAX yang diadakan pemerintah.

    2009–2012

    Setahun kemudian, Indosat melakukan transformasi untuk menjadi perusahaan yang lebih fokus dan efisien dengan restrukturisasi organisasi, meodernisasi dan ekspansi jaringan seluler serta inisiatif untuk mencapau keunggulan operasional. Perubahaan terjadi pada tahun 2012, saat Indosat mencapai 58,5 Juta pelanggan yang didukung oleh peningkatan jaringan serta inovasi produk.

    2012–2022

    Pada tahun 2013, Indosat mengadakan komersialisasi jaringan 3G di frekuensi 900 MHz. Setahun berikutnya Indosat melakukan peluncuran dan komeralisasi layanan 4G di 900 MHz dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa kota besar di Indonesia.

    Pada tanggal 19 November 2015, Indosat berganti nama dagang menjadi Indosat Ooredoo dan berdampak pada logo yang digunakan perusahaan tersebut.

    2022-sekarang

    Indosat Ooredoo secara resmi merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia membentuk Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) pada tanggal 4 Januari 2022. Rencana merger ini sudah diumumkan sebelumnya pada tanggal 16 September 2021.

    Pada tanggal 9 September 2022, Indosat Ooredoo Hutchison meluncurkan layanan internet dengan teknologi serat optik (FTTH/Fiber-to-the-Home) dengan merek Indosat HiFi yang mampu memberikan kecepatan hingga 100 Mbps tanpa kebijakan FUP (Fair Usage Policy). Hal ini dilakukan setelah IndosatM2 berhenti beroperasi selama hampir setahun, yang sebelumnya menyediakan layanan internet serat optik dengan merek Indosat GIG.

    Saat ini, Indosat Ooredoo Hutchison tengah fokus melakukan integrasi jaringan dari bekas kedua perusahaan telekomunikasi tersebut dan ditargetkan rampung pada kuartal pertama tahun 2023. Selain itu, Indosat Ooredoo Hutchison juga tengah melakukan proses pemadaman jaringan 3G atas perintah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) guna mengoptimalkan jaringan 4G dan 5G di Indonesia. Proses pemadaman jaringan 3G tersebut juga ditargetkan rampung pada tahun 2023.

    Produk

    Retail

    • IM3 (Prabayar dan Pascabayar)
    • 3 (Prabayar dan Pascabayar)
    • Indosat HiFi

    Skala besar

    • Mobile
    • Convergence
    • Machine to Machine (M2M)
    • IT Services
    • Connectivity
    • Satellite
    • International & Roaming

    Digital

    • CIPIKA
    • Dompetku
    • Dompetku Plus
    • Dompetku Pengiriman Uang
    • On De Go
    • Pay Up
    • IMX
    • Ideabox
    • Arena Seru
    • myIM3
    • Bima+

    Anak perusahaan

    • Lintasarta
      • Artajasa
    • Portal Media Digital
    • Starone Mitra Telekomunikasi
    • Dawamimba Engineering
    • Catur Elang Perkasa
    • Lintas Media Danawa

    Bekas anak usaha

    • IndosatM2 (ditutup pada 25 November 2021)


  • PT Prasadha Pamunah Limbah Industri

    PT Prasadha Pamunah Limbah Industri

    PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) adalah perusahaan Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1994 dalam menyediakan layanan pengumpulan, daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah non B3.

    Sebesar 95% dari keseluruhan PPLI dimiliki oleh DOWA dan sebesar 5% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Perusahaan induk PPLI, DOWA Eco-System Co. Ltd., adalah perusahaan yang didedikasikan untuk pengelolaan lingkungan dan daur ulang, dan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh DOWA Holdings Co. Ltd. Grup ini didirikan pada tahun 1884 sebagai perusahaan pertambangan dan peleburan/pemurnian logam perusahaan di Jepang. Bisnis DOWA Eco-System berpusat pada daur ulang sumber daya, pengelolaan limbah, perbaikan tanah, dan konsultasi lingkungan.


  • PT Socfin Indonesia

    PT Socfin Indonesia

    SOCFIN Group, atau juga dikenal sebagai Société Financière des Caoutchoucs, adalah sebuah perusahaan induk yang melantai di Luxembourg Stock Exchange. Perusahaan ini menjadi pemegang saham secara langsung maupun tidak langsung pada perusahaan perkebunan kelapa sawit dan karet, serta perusahaan pemasaran benih kelapa sawit di Asia dan Afrika. Mayoritas saham perusahaan ini dipegang oleh Bollore Group asal Prancis dan keluarga Hubert Fabri asal Luxembourg. Perusahaan ini beroperasi di berbagai negara melalui anak usahanya yang menjalin joint venture dengan pemerintah dan pengusaha setempat. Pada tahun 2018, perusahaan ini menghasilkan pendapatan dari sekitar 130.000 hektar kebun kelapa sawit dan 64.000 hektar kebun karet.

    Di Afrika, perusahaan ini mengelola aset di Nigeria, Ghana, Sierra Leone, Kamerun, dan delapan negara lain, sementara di Asia, perusahaan ini terutama beroperasi di Indonesia dan Kamboja.

    Sejarah

    SejarahSocfin memulai sejarahnya saat agronom asal Belgia, Adrien Hallet, mulai berdagang di Kongo, Sumatra, dan Malaya. Pada awal abad ke-20, penanaman karet dari Amazon di Asia Tenggara membuat para petani dan investor bersemangat. Hallet kemudian juga berinvestasi pada sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan karet. Hallet lalu tiba di Asia setelah dari Kongo Belgia, dan telah mendapat pengetahuan mengenai pohon kelapa sawit di Afrika, saat masyarakat Asia masih sangat tertarik untuk menanam karet. Hallet lalu memutuskan bahwa kelapa sawit cocok untuk ditanam di Asia. Tenaga kerja dan infrastruktur yang sudah ada juga dapat membantu proses distribusi hasil panen. Ia kemudian mendirikan sebuah kebun di Aceh Timur, Sumatra pada tahun 1911, dan antara tahun 1909 hingga 1917, ia juga mengembangkan bisnisnya melalui kemitraan dengan dua orang petani asal Prancis, yakni Franck Posth dan Henri Fauconnier, untuk mengembangkan kebun di Kuala Selangor, Malaysia. Perang kemudian menghambat perusahaan ini, dan pasca perang, Fauconnier menjadi yang paling terlibat dalam mengelola perusahaan ini. Pada tahun 1921, bankir asal Prancis, Rene de Rivaud, yang merupakan seorang investor di perusahaan ini, membentuk sebuah kemitraan dengan Group Hallet untuk mengakuisisi sejumlah kebun milik Bunge dan Griser asal Belgia.

    Investasi pada riset dan pengembangan, serta kerja sama dengan perusahaan lain seperti United Plantations asal Denmark, lalu menghasilkan perbaikan pada teknik pemilihan benih dan pasokan kebun. Investasi dari Rivaud dan pengenalan metode pasokan baru, seperti pasokan curah ke Eropa melalui tangki penyimpanan, dan pembangunan infrastruktur pengapalan di Port Klang, juga membantu perusahaan ini berkembang pada dekade 1920-an dan awal dekade 1930-an.

    Pada dekade 1920-an dan awal dekade 1930-an, perusahaan ini meluncurkan strategi ekspansi berupa pembersihan dan penanaman benih kelapa sawit dan karet di Asia Tenggara. Kebun kemudian didirikan di Labis, Johore, Pahang, dsb. Pada pertengahan dekade 1930-an, perusahaan ini telah mengoperasikan 16 kebun di Asia, tetapi kemudian direstrukturisasi menjadi hanya 9 kebun yang dikelola oleh 8 orang manajer. Pada periode ini, perusahaan ini juga mengelola perusahaan yang sahamnya dipegang oleh Rivaud dan Hallet Group, seperti Compagnie du Combodge, Plantations des Terres Rouges, Compagnie du Selango, dan Groupe Hallet.

    Pada tahun 1996, Bollore Group mengakuisisi saham perusahaan ini yang dipegang oleh keluarga Rivaud, dan pada tahun 2004, perusahaan ini menjual kebunnya di Singapura dan Malaysia.

    Investasi di Afrika

    SOCFIN dan anak usahanya beroperasi di 12 negara di Afrika dan mengelola konsesi tanah seluas sekitar 175.000 hektar.

    Bisnis di Asia

    Melalui Socfinasia, Socfin memegang saham Socfindo, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan karet asal Indonesia. Socfindo didirikan pada tahun 1930 dan telah direstrukturisasi beberapa kali. Pada tahun 1968, Socfindo menjadi sebuah joint venture antara Socfin dan pemerintah Indonesia.

    Di Kamboja, Socfin mengoperasikan kebun karet di Mondulkiri melalui dua perusahaan, yakni SOCFIN-KCD dan Covipharma. Konsesi tanahnya di Bousra, Kamboja adalah sebuah kemitraan dengan Khaou Chuly Development.

    Isu

    Konflik dengan masyarakat lokal

    Di sejumlah daerah di Afrika, kelapa sawit ditanam oleh petani berskala kecil, sehingga Socfinaf yang mengoperasikan kebun kelapa sawit berskala besar pun menimbulkan konflik dengan petani lokal. Sebagian konflik tersebut berkaitan dengan konsesi tanah dan pemindahan petani penyewa berskala kecil. Di Kamerun, produksi minyak sawit didominasi oleh anak usaha Socfinaf, yakni Socapalm, yang memproduksi 70% dari total produksi Kamerun. Penggunaan agen keamanan oleh Socapalm pun menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal, karena para agen keamanan dituduh mencegah para petani lokal untuk mengakses kebunnya sendiri. Para agen keamanan beralasan bahwa para petani lokal tersebut mengganggu konsesi Socapalm.

    Di Sierra Leone, perjanjian SOCFIN dengan pemerintah dan akuisisi tanah di Malen, Pujehun menimbulkan ketegangan di kalangan masyarakat, karena para petani merasa tidak terlalu mengerti mengenai perjanjian penyewaan antara kepala daerah, SOCFIN, dan pemerintah Sierra Leone.

    Laporan pada tahun 2019 oleh LSM Bread for All asal Swiss menyimpulkan bahwa perusahaan perkebunan milik Socfin di Liberia telah melanggar adat dan dalam beberapa kasus, juga melanggar hak atas tanah dari masyarakat lokal saat melakukan pengembangan kebun. Berdasarkan laporan tersebut, LSM Green Advocates lalu mengajukan keluhan kepada International Finance Corporation (IFC). Sebagai respon, Socfin mengklaim bahwa tuduhan tersebut “berlebihan, jika memang benar-benar terjadi”.