Kategori: Industri Manufaktur dan Survei

  • Industri Kereta Api (perusahaan)

    Industri Kereta Api (perusahaan)

    PT Industri Kereta Api (Persero) (disingkat: PT INKA) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pembuatan bakal pelanting dan karoseri, yang berdiri tanggal 18 Mei 1981 dan mulai beroperasi pada 29 Agustus 1981. PT INKA merupakan pengembangan dari Balai Yasa Lokomotif Uap Madiun yang dimiliki oleh PJKA (sekarang PT Kereta Api Indonesia) dengan menggunakan bangunan yang didirikan Staatsspoorwegen pada tahun 1882. Semenjak lokomotif uap sudah tidak dioperasikan lagi, maka balai yasa ini dialih fungsikan menjadi pabrik kereta api. Penentuan lokasi dan pendirian pabrik kereta ini berdasarkan hasil studi dari BPPT.

    PT INKA, sebagai salah satu badan usaha milik negara terus mengalami perkembangan, diawali pada tahun 1981 dengan produk berupa kereta penumpang kelas ekonomi dan gerbong barang kini menjadi industri manufaktur perkereta apian yang modern. Aktivitas bisnis PT INKA yang ada kini berkembang mulai dari penghasil produk dasar menjadi penghasil produk dan jasa perkereta apian dan transportasi yang bernilai tinggi.

    Transformasi bisnis yang dilakukan perusahaan mampu memberikan keberhasilan dan mendapatkan solusi terbaik untuk perbaikan transportasi kereta api. Dalam persaingan global, PT INKA mengembangkan berbagai jenis produk di bawah kendali sistem manajemen mutu ISO 9001 dan kemitraan global.

    Melalui perbaikan dan pembaharuan yang dilakukan secara berkesinambungan sebagai upaya beradaptasi terhadap persaingan global, PT INKA memasuki dunia bisnis ini dengan mengedepankan nilai-nilai integritas, profesional dan kualitas. Dalam menghadapi tantangan dunia bisnis ke depan, PT INKA tidak hanya bergelut dalam produk-produk perkeretaapian, namun menghasilkan produk lain yang lebih luas yang mampu memberikan kontribusi terhadap permintaan infrastruktur dan sarana transportasi.

    PT INKA melakukan joint venture dengan General Electric dalam memproduksi lokomotif. Selain produksi untuk kebutuhan dalam negeri, produksi juga ditujukan untuk ekspor terutama ke Malaysia.

    Pada tahun 2019 PT INKA bekerja sama dengan PT Len Industri (Persero) dan PT Wijaya Karya (Persero) melakukan kerjasama pengembangan bisnis dengan membentuk konsorsium Indonesia Railways Development Incorporated for Africa (IRDIA) untuk ekspansi pasar perkeretaapian global di kawasan negara-negara Afrika.

    Selain itu juga PT INKA bersama dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjalin kerja sama dengan produsen kereta api Swiss, Stadler Rail mendirikan perusahaan patungan (Joint Venture) untuk membangun pabrik kereta api yang mempunyai tempat khusus untuk uji guling dan uji tabrak sarana perkeretaapian mengikuti standar Uni Kereta Api Internasional (UIC) di Banyuwangi, Jawa Timur. Kerja sama ini akan membantu pemerintah dalam pengembangan sistem transportasi kereta api di tanah air serta untuk meningkatkan daya saing dan ekspansi pasar luar negeri.


  • PT Len Industri (Persero)

    PT Len Industri (Persero)

    PT Len Industri (Persero) adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang produksi peralatan elektronik. Pada tanggal 12 Januari 2022, pemerintah resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk holding BUMN industri pertahanan, yang beranggotakan Pindad, Dahana, Dirgantara Indonesia, dan PAL Indonesia.Perusahaan ini lalu meluncurkan DEFEND ID sebagai identitas dari holding.

    Sejarah

    Perusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1965 sebagai Lembaga Elektroteknika Nasional (LEN) di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. LEN awalnya fokus melakukan penelitian di bidang penyiaran. Pada tahun 1983, LEN mulai merintis sistem persinyalan kereta api, dan dua tahun kemudian, LEN mulai merintis sistem surya rumahan. Pada tahun 1991, LEN resmi dipisah dari LIPI untuk membentuk PT Len Industri (Persero). Pada tahun 2001, untuk pertama kalinya, sistem interlocking elektromekanik buatan perusahaan ini dipasang di Stasiun Tagogapu. Pada tahun 2004, perusahaan ini memproduksi sistem navigasi untuk kapal milik TNI Angkatan Laut dan peluru kendali anti pesawat terbang. Pada tahun 2005, sistem interlocking elektronik buatan Len Industri resmi dioperasikan di Stasiun Slawi. Pada tahun yang sama, pemancar TV VHF buatan perusahaan ini juga diekspor ke Malaysia. Pada tahun 2006, Len Industri memasang panel surya untuk ratusan mercusuar di Indonesia. Pada tahun 2007, pemancar TV buatan perusahaan ini diekspor ke Timor Leste.

    Pada tahun 2015, Len Industri membangun PLTS pertama di Indonesia, dengan kapasitas 5 MWp di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Antara tahun 2016 hingga sekarang, perusahaan ini memproduksi sistem persinyalan untuk Kalayang Bandara Soekarno-Hatta, LRT Sumatera Selatan, LRT Jakarta, dan LRT Jabodebek. Perusahaan ini juga mulai memproduksi LenSOLAR, yakni sel surya yang dapat dipasang di atap rumah / pabrik. Perusahaan ini pun mulai mengembangkan radar pertahanan.[5] Pada tanggal 12 Januari 2022, pemerintah resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk holding BUMN industri pertahanan, yang beranggotakan Pindad, Dahana, Dirgantara Indonesia, dan PAL Indonesia. Pindad akan difokuskan memproduksi platform pertahanan darat, Dirgantara Indonesia akan difokuskan memproduksi platform pertahanan udara, PAL Indonesia akan difokuskan memproduksi platform pertahanan laut, sementara Dahana akan difokuskan memproduksi bahan peledak untuk keperluan pertahanan. Pada tanggal 20 April 2022, Presiden Joko Widodo resmi meluncurkan “DEFEND ID” sebagai identitas dari holding. DEFEND ID pun menargetkan dapat menjadi salah satu dari 50 perusahaan pertahanan terbesar di dunia pada tahun 2024.

    Bisnis

    PT Len Industri (Persero) saat ini bergerak di bidang industri elektronika pertahanan, sistem transportasi, energi baru terbarukan, dan ICT (Information & Communication Technology) dan sistem navigasi. Perusahaan plat merah asal Kota Kembang telah mengembangkan bisnis dan produk-produk dalam bidang elektronika untuk industri dan prasarana, serta telah menunjukkan berbagai pengalaman dalam bidang :

    Sistem Persinyalan Kereta Api di berbagai jalur utama kereta api di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
    Pembangunan urban transport di kota-kota besar seperti LRT Sumatera Selatan, LRT Jakarta, LRT Jabodebek dan APMS / Skytrain Bandara Soekarno Hatta Jakarta.
    Jaringan infrastruktur telekomunikasi yang telah terentang baik di kota besar maupun daerah terpencil. Salah satunya adalah Palapa Ring Paket Tengah yang menghubung 17 kabupaten Indonesia Bagian Tengah sehingga masyarakat dapat menikmati pita lebar.
    Elektronika untuk pertahanan, baik darat, laut, maupun udara seperti Communication Tactical Data Link (CTDLS), radio taktikal, combat system kapal perang, mission system drone, sistem informasi intelijen, Radar Surveilence/GCI, ,Combat Management System (CMS) Mandala pada kapal perang dan target Drone itu adalah beberapa produk andalan dalam spektrum bisnis pertahanan yang telah digunakan oleh TNI maupun yang masih dalam pengembangan, dan PT Len juga ditunjuk untuk mengintegrasikan Sistem baterai pertahanan Udara Starstreak untuk TNI ADDalam penyediaan Starstreak ini, Len melakukan joint production dan integrasi sistem yang dilakukan di Len Technopark, Subang. Hal ini dilakukan untuk memenuhi nilai Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan Offset (IDKLO) keterlibatan perusahaan lokal dalam setiap pengadaan alutsista dari vendor asing untuk membangun kemandirian teknologi di bidang pertahanan. Direktur Strategi Bisnis & Portofolio Len, Linus Andor M. Sijabat menyebutkan mekanisme proyek Starstreak bisa menjadi role model pengadaan alutsista lainnya. Sebagai induk holding BUMN Industri Pertahanan Defend ID, Len berhasil memenuhi IDKLO dimana keterlibatan Len yang signifikan dalam proses produksi, integrasi, suplai komponen elektronik dan mekanik, pelatihan pemeliharaan, hingga mensuplai perangkat komunikasi radio buatan Len untuk beberapa kendaraan Starstreak.
    Sejauh ini Len sudah mengintegrasikan 9 baterai Rudal Starstreak dari 10 baterai yang telah dipesan Kementerian Pertahanan untuk Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI Angkatan Darat. Satu (1) baterai Rudal Starstreak terdiri dari 1 unit kendaraan commander, 1 kendaraan pengangkut misil, 1 unit kendaraan maintenance logistik, 1 unit radar Shikra CM 200, 4 kendaraan multi-mission system dan 8 unit Lightweight Multiple Launcher new generation, Dalam kontrak yang ditandatangani di Bandung, 2 Agustus 2013 antara PT.LEN Industri dan Thales Air Defence Limited dan berlaku selama lima tahun, PT.LEN mendapatkan kontrak integrasi senilai US$ 38.715.000 atau senilai kurang lebih Rp 522 Milyar. Kontrak ini didasarkan pada perjanjian Ref 00011672-121-001 mengenai Proyek Starstreak and Accessories Project. Jika diasumsikan bahwa nilai transfer teknologi dan kontrak pengerjaan tersebut bernilai 35% dari keseluruhan kontrak pengadaan rudal Starstreak, maka total nilai pengadaan sistem rudal tersebut dari Thales adalah sekitar kurang lebih nyaris Rp 1,5 trilyun. Informasi yang didapatkan, kontrak antara Kementerian Pertahanan RI dan Thales sendiri bernilai 100 juta Poundsterling. Kontrak payung kerjasama antara PT. LEN Industri dan Thales tersebut terdiri dari LML Vehicle Integration Procedure senilai US$ 5,511 Juta, MMS Vehicle Integration Procedure senilai US$19,583 juta, perakitan radar Shikra senilai US$ 3,011 juta, dukungan perawatan senilai US$ 3,48 juta, sewa fasilitas PT.LEN senilai US$ 3,13 juta, dan fee manajemen selama 5 tahun senilai US$ 4 juta.
    Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang telah terpasang diberbagai pelosok Indonesia.
    Radar Cuaca, Stasiun Monitoring Gempa Bumi, Broadcasting (Pemancar TV dan Radio) yang telah terpasang di berbagai wilayah di Indonesia.

    Sumber daya manusia

    Hingga akhir tahun 2020, pegawai Len Industri berjumlah 536 orang karyawan organik, atau 801 orang karyawan, jika karyawan organik di anak perusahaan ikut dihitung (belum termasuk karyawan kontrak).


  • PT Krakatau Steel (Persero)

    PT Krakatau Steel (Persero)

    PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. merupakan BUMN[2] yang bergerak di bidang produksi baja. Perusahaan yang beroperasi di Cilegon, Banten ini mulanya dibentuk sebagai wujud pelaksanaan Proyek Baja Trikora yang diinisiasi oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 untuk memiliki pabrik baja yang mampu mendukung perkembangan industri nasional yang mandiri, bernilai tambah tinggi, dan berpengaruh bagi pembangunan ekonomi nasional. Ketika dibentuk pada tanggal 20 Mei 1962, perusahaan yang dulunya bernama Cilegon Steel Mill ini resmi berdiri dengan kerja sama Tjazpromexport dari Uni Soviet. Namun, terjadinya gejolak politik dan ekonomi yang parah, mengakibatkan pembangunan pabrik sempat terhenti. Barulah memasuki awal 1970-an, unit pabrik dilanjutkan pembangunannya dan dioperasikan secara resmi pada tanggal 31 Agustus 1970 dengan nama Krakatau Steel. Selama dekade pertama perusahaan berdiri, Krakatau Steel telah melakukan gerak cepat dalam pembangunan kawasan operasi terpadu produksi baja di Cilegon dengan berbagai peresmian operasional perdana yang disaksikan dan diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto dari pusat pengolahan air terpadu, pelabuhan Cigading, PLTU Cilegon 400 MW serta pabrik baja terpadu yang meliputi 4 produk baja utama.

    Era Hindia Belanda dan Jepang[sunting | sunting sumber]

    Jauh sebelum gagasan industri baja nasional muncul, cikal bakal pengolahan bijih besi telah lahir sejak tahun 1861. Kala itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun tanur di Lampung. Pembangunan Tanur di Lampung berfungsi untuk mengolah hasil tambang bijih besi berbahan bakar batu bara. Meski berukuran kecil, industri pengolahan tersebut mampu menghasilkan baja kasar yang berfungsi untuk membuat suku cadang pabrik gula, pabrik karet, dan peralatan pertanian. Namun, industri pengolahan bijih besi tersebut terpaksa tutup lantaran pengelolaannya yang tidak profesional. Pada masa pendudukan Jepang, sebuah tanur pernah dibangun di Kalimantan Selatan dengan bahan bakar batu bara. Namun, banyaknya gejolak perang dan revolusi fisik mengakibatkan perintisan industri baja sempat terhenti.

    Masa Orde Lama (1945-1966)

    Baru pada tahun 1956, industri baja mulai mendapat perhatian dengan diperkuat adanya gagasan mendirikan industri baja nasional. Menteri Perindustrian dan Pertambangan, Chaerul Saleh bersama Djuanda dari Biro Perancang Negara (kini Bappenas), mulai menyusun cetak biru industri baja nasional. Indonesia yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan sangat membutuhkan keberadaan industri pengolahan bijih besi. Biro Perancang Negara menggandeng konsultan asing untuk merintis industri baja yang bernama Proyek Besi Baja Trikora.

    Setelah studi kelayakan selesai disusun, Cilegon dipilih sebagai tempat pengolahan dan produksi hasil olahan bijih besi karena memiliki kelebihan seperti, lahan luas yang tidak mengalihfungsikan lahan pertanian, terdapat sumber air yang melimpah, aksesnya yang terjangkau dari berbagai pulau untuk mendatangkan besi tua melalui pelabuhan Merak. Penandatanganan kerja sama pembangunan dengan Tjazpromexport (All Union Export-Import Corporation) dari Uni Soviet pada 7 Juni 1960 berlanjut dengan peletakan batu pertama pada 20 Mei 1962. Sekali lagi, pembangunan ini kembali terhenti karena gonjang-ganjing politik G30S/PKI.

    Pembangunan

    Setelah vakum selama lima tahun, Proyek Besi Baja Trikora dilanjutkan lewat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35, 31 Agustus 1970 dengan didirikannya PT Krakatau Steel (Persero). Pendirian Krakatau Steel disahkan dengan Akta Notaris Tan Thong Kie Nomor 34, pada tanggal 23 Oktober 1971 di Jakarta.

    Sejak saat itu, Krakatau Steel mulai mengejar ketertinggalannya dengan mempercepat pembangunan industri baja terpadu di Indonesia. Gerak maju dan usaha keras itu dapat dilihat dari serangkaian peresmian unit-unit pabrik dan sarana pendukungnya. Pada tahun 1977, peresmian perdana oleh Presiden Soeharto atas sejumlah pabrik seperti pabrik Besi Beton, pabrik Besi Profil dan Pelabuhan Cigading. Dua tahun kemudian, 1979, secara resmi pembangunan pabrik Besi Spons, pabrik Billet Baja, pabrik Batang Kawat, Pembangkit Listrik Tenaga Uap 400 MW, pusat pengolahan air dan PT KHI Pipe selesai dan beroperasi penuh. Pada tahun 1983 pembangunan pabrik Baja Slab, pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Rolled Coiled) dan pabrik Besi Spons selesai dibangun dan resmi dioperasikan. Hingga pada 1993, masih ada peresmian perluasan dan modernisasi.

    Identitas Baru

    Sejak 28 Agustus 2020, Krakatau Steel resmi meluncurkan identitas baru mulai dari logo hingga nilai-nilai perusahaan. Terhitung sejak kuartal pertama 2020, Krakatau Steel kembali meraih laba setelah 8 tahun terakhir. Nilai positif ini yang menjadi cikal bakal perubahan identitas Krakatau Steel yang semula dominan warna merah menjadi warna biru yang mengasosiasikan keberhasilan restrukturisasi dan transformasi yang telah dilakukan sejak tahun 2019 sehingga membukukan keuntungan setelah 8 tahun terakhir. Pendapatan dari PT. Krakatau Steel (KRAS) pada tahun 2021 meningkat 5,7 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan yang diraih produsen baja plat merah ini sebesar Rp 312 miliar sepanjang tahun 2021. Hal ini menurut banyak pihak hasil dari program hilirisasi yang dilakukan oleh perusahaan, selain tentu dengan adanya perbaikan manajemen yang terjadi di perusahaan yang terletak di Kota Cilegon ini.[3] Dengan semangat yang baru, Krakatau Steel akan terus berusaha dalam mendorong kemajuan para partner dengan pemanfaatan segala aset agar dapat digunakan sebagai sumber kebaikan bersama. Krakatau Steel adalah group of companies yang turut mendukung pertumbuhan dan keberlangsungan industri dan infrastruktur nasional dengan menjadi perusahaan terpercaya dan kredibel.

    Perkembangan Usaha

    Pada 10 November 2010, di tengah kondisi pasar yang masih bergejolak, PT Krakatau Steel (Persero) berhasil menjadi perusahaan terbuka dengan melaksanakan penawaran umum perdana (IPO) dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2011, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk membukukan pendapatan bersih sebesar Rp17,9 triliun dan laba bersih Rp1.02 triliun. Pada tahun 2011, Perseroan dan anak perusahaan dengan aset senilai Rp21,5 triliun memiliki 8.023 orang karyawan.

    Pada 26 November 2014, Krakatau Steel meresmikan pabrik pipa baja kedua milik anak perusahaannya PT KHI Pipe Industry di Cilegon, Banten. Dengan beroperasinya pabrik baru ini, PT KHI bakal menjadi produsen pipa baja terbesar di Indonesia, pabrik ini fokus membuat pipa baja untuk sektor industri minyak dan gas (migas)

    Subholding Krakatau Sarana Infrastruktur

    Krakatau Sarana Infrastruktur merupakan subholding yang dibentuk oleh Krakatau Steel dan resmi berdiri pada tanggal 30 Juni 2021. Krakatau Sarana Infrastruktur ini merupakan anak usaha Krakatau Steel yang terdiri dari PT Krakatau Sarana Properti (PT KSP), PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI), PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL), dan PT Krakatau Bandar Samudera (PT KBS). Krakatau Sarana Infrastruktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang layanan kawasan industri terintegrasi dengan empat area bisnis utama yang terdiri dari kawasan industri, penyediaan air industri, penyediaan kebutuhan energi, dan kepelabuhan yang disebut dengan Empat Area Bisnis Krakatau Sarana Infrastruktur.

    Subholding ini memiliki lahan industri seluas 3.250 hektar, kapasitas air industri sebesar 3.000 liter per detik untuk kebutuhan Kota Cilegon, dan kapasitas 1.600 liter per detik untuk kebutuhan di luar Cilegon. Kapasitas energi listrik sebesar 120 MW3 dan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya untuk peningkatan kebutuhan ke depan. Serta fasilitas kepelabuhan yang terdiri dari 17 jetty dengan kapasitas 25 juta ton, kedalaman pelabuhan yang mencapai 21 meter, serta 280.000 ton kapasitas gudang pelabuhan..

    Subholding Krakatau Baja Konstruksi

    PT Krakatau Baja Konstruksi didirikan pada tahun 1992. Saat ini telah menjadi produsen baja terkemuka di Indonesia. PT Krakatau Baja Konstruksi memproduksi produk berkualitas tinggi seperti Deformed Bar, Plain Bar, Equal Angle, Channel, Wide Flange, H Beam and I Beam. Sebagai anak perusahaan PT Krakatau Steel, dengan kepemilikan saham 99.9997% oleh PT Krakatau Steel dan 0.0003% oleh PT Krakatau Engineering.


  • Biro Klasifikasi Indonesia

    Biro Klasifikasi Indonesia

    PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau biasa disingkat menjadi BKI, adalah sebuah badan usaha milik negara Indonesia yang diberi wewenang untuk mengklasifikasi kapal niaga berbendera Indonesia. Klasifikasi merupakan kegiatan penggolongan kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin, dan listrik kapal untuk memberikan penilaian mengenai kelaiklautan kapal untuk berlayar.[4]

    Perusahaan ini juga menggunakan nama IDSurvey sebagai identitas dari holding BUMN yang bergerak di bidang jasa survei.

    Sejarah

    Perusahaan ini didirikan oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Juli 1964 sebagai sebuah perusahaan negara (PN). Pada tahun 1977, status perusahaan ini diubah menjadi persero.

    Pada bulan Mei 2021, pemerintah resmi menunjuk perusahaan ini sebagai induk holding BUMN jasa survei yang beranggotakan Sucofindo dan Surveyor Indonesia. Pada bulan Desember 2021, perusahaan ini meluncurkan “IDSurvey” sebagai identitas dari holding.